Friday, June 18, 2010

K"J " K Kejadian Dalam Kejadian

Sosok itu bernama tami ...
Hadir dengan segudang kerinduan akan kehangatan dan canda tawa seorang sahabat, dia mampu memberikan sebuah syair pada puzzle puisi yang tak pernah mampu terselesaikan olehku.
Dia rela memberikan tangan putih halusnya untuk menggenggam jemari kotor ini ketika terseret jauh kedalam "lumpur hidup" kebodohan. Kehadirannya selalu mampu menghangatkan suasana.

Parasnya Ayu, senyumnya terkesan dari kelurga keraton, tingginya 159 centi, rambutnya lebat sebahu lebih dengan poni yang sukses menutupi dahinya, bibirnya tipis dengan ukuran mata yang sedikit lebih besar dari kebanyakan orang walau tidak terlalu jelas dengan kacamata yang selalu terletak rapi diatas hidung mancungnya.
warna kulitnya putih halus dan lembut, setiap langkah kakinya terkesan dewasa dari umurnya yang sekarang. setiap kata yang dibisikkannyapun tersirat makna ketenangan hidupku yang kacau balau.

2 hari yang lalu semuanya berawal, dari tumpukan-tumpukan masalah baik itu tentang kebenaran dan tentang kepercayaan yang sebelumnya menumpuk dalam lemari berlabel masalah kini sukses berserakan
ibarat tulang diantara mayat-mayat dalam perang salib. Tanganku hanya mampu menyelesaikan 2 perkara sedangkan otak ku hanya mampu fokus pada beberapa hal yang kuanggap penting. Sedangkan masalah-masalah tersebut
kian meneriaki genderang telingaku dengan speaker active yang sepertinya hanya berjarak 5 centhi. Tak ada yang mampu membantu dan tak ada yang menoleh bahkan saat itu ibarat seorang nenek berumur 87 tahun yang menyeberangi jalan pettarani sendirian.
Dengan berpikir mampu menyelesaikannya semua berharap semua akan ada akhirnya kelak dan dengan langkah terbopoh-bopoh seraya tersenyum dan berpikir untuk menjadi seorang Spiderman yang mampu menyelesaikan masalah dirinya dan masalah orang lain.
Alhasil Sugesti Otak itu sukses tapi tidak berhasil, Sukses membuatku terus bertahan dengan tameng Semangat tapi tidak pernah berhasil menyelesaikan semuanya, Dasar Mahluk yang penuh kekurangan dan ketidakmampuan - "celotehku dalam sanubari"

Tapi ada yang aneh malam itu, seakan sebuah bisikan Gaib mengorek-ngorek kesadaranku, menerawang bathinku dan meringankan beban di pundakku. Sebuah cahaya hadir ketika lorong rumahku terkena pemadaman bergilir PLN. Kepala yang berat ini seakan memiliki sandaran
yang empuk di pangkuan seorang wanita, aneh-lucu-heran-khawatir-&
takut bercampur menjadi sop beraroma kehangatan saat itu. yang lebih mengherankan saat itu adalah malam yang kuanggap malam ternyata adalah sore yang begitu mengangungkan, matahri yang tak pernah
terlihat olehku terbenam kita tampak jelas di pelupuk mata dengan hiasan warna merah dan orange diantara mendung hujan yang seakan siap terjun payung ke bumi.

"Masih ingat tami??"sebuah tangan yang putih halus berayun kedepanku. Sebuah kalimat yang begitu sederhana dan santun menyapa semua kotoran di telingaku. Sosok putih mungil itu ternyata telah berada dekat di samping kiriku,sambil menaik-naikkan alisnya yang
menurutku adalah sebuah tanda apakah dia masih teringat olehku. sambil tergagap sendiri ku sambar tangan itu cepat dan menyalaminya dengan tangan kanan lalu kemudian kulepaskan dan mengnganggup,entah artinya apa.
Dia banyak berbicara tentang dirinya saat itu, tentang sebuah mimpi dan khayalan masa lalunya,tentang seekor anjing yang lucu dan tentang bermain hujan-hujan tapi kesesalan terbesarku adalah tak mampu mengingat masa-masa itu.
Tak mampu tertawa ketika dia tertawa saat dirinya terpleset di depan SD kami, saat kaki kiriku hampir digigit oleh anjing miliknya dan saat kami berdua melewatkan hari dengan bermain layangan plastik buatanku.

satu hal yang membuatku seperti peter parker saat ini adalah seorang Mary Jane telah kutemukan, keputusan yang cepat "mungkin" tapi itulah insting yang mampu kutangkap saat itu. Tiba-tiba semua maslaha penatku selama ini seakan membentuk
heksagonal yang terpusat di titik tengahnya, sebuah masalah yang selama ini hanya berusaha kuselesaikan satu demi satu tanpa pernah berpikir titik pertemuan semua masalahnya. Dan berbicara dengannya membuatku kemudian tersadar akan
sebuah masalah besar yang harus kutangani yaitu krisis kepercayaan. Percaya kepada orang lain, percaya kepada kemampuan sendiri dan percaya akan adanya kemudahan diantara semua kesusahan yang berlarut.

"Demo Anarkis di depan KFC Ratulangi, membakar Foto para pemimpin dan membakar BAN, apa mereka tidak sadar tindakannya kepada anak-anak yang melihat di sekitaran kejadian tersebut itu akan terpengaruh jiwanya?" sapa seorang wanita di samping kiriku ketika
membaca news di salah satu koran lokal, saat ku palingkan wajahku dan menengok sebuah senyum tipis menyapa wajah berkeringat ini, seseorang yang masih teringat jelas senyumnya, seseorang yang mampu menghangatkanku ketika hujan pertama di bulan november dan panasnya terik
saat demonstran berorasi di depan Bank BI, seseorang yang kuanggap Mary Jane dalam sekuel spiderman yang kuperankan sendiri, yah seseroang itulah yang bernama tami.

Saat itu kemeja putih yang dikenakannya dengan terusan rok tampak dewasa dan mempesona pandangan kaum hawa,dia ibarat sebuah tulisan diantara coretan-coretan Grafity
meskipun semuanya saat itu terlihat menarik tapi hanya dia yang mampu terbaca oleh mata ini. Sesaat dia menarik tanganku lari dari kerumunan massa yang mulai mementingkan kerusakan daripada perubahan,melewati sebuah taman yang bahkan tak pernah teringat sekalipun intensitas masuk ke kantor BI ku lebih banyak daripada teman kantor yang lain.
lalu sebuah ilalang setinggi 1,5 centhi telah tampak di depan tubuh yang kelelahan ini, lapangan seluas 4X4 ini tak pernah terlihat sebelumnya padahal. Tiba-tiba tangan lembut itu menarikku kembali ke tengah tanah lapang yang sekarang terlihat "Mendung Medium", dia duduk sambil meregangkan kakinya ke depan dan tangannya ke belakang dan memberikan
gerak gerik seakan menginstruksikan agar mengikuti apa yang dilakukannya tanpa berpikir panjang dan tanpa sadar akan adanya kiriman dari otakku, tubuhku ternyata telah dalam posisi sepertinya. Beberapa menit kami sempat terdiam bahkan tanpa sdara bola mataku melihatnya terus tanpa pernah berpikir untuk mengalihkannya ke arah lain, dia tersenyum sambil melihat
ke atas seakan mengawasi rumahnya dari kejauhan, sambil tersenyum dia berkata "kenapa diam saja??" wajah cantik itu melihatku sepintas kemudian berpaling kembali ke atas. Tanpa sensorik ke otakku tiba-tiba kepalau menduyung ke pangkuannya, terkejut bercampur ketenangan yang kurasakan sepintas memang sebelum tangannya yang putih itu kemudian mendekati kepalaku saat ingin menghindarinya
yang sesaat terpikir dia akan marah ternyata dia memberikan elusan yang sangat lembut di rambutku yang berantakan, sangat lembut terasa ingin tertidur pulas di pangkuaannya. Lama sekali terasa halus tangan itu membelaiku hingga sebuah sapaan JAM membangunkanku pagi ini ...

No comments:

Post a Comment

jangan lupa titip komentnya buat komeng ...